Kategori: Agama

Cak Nun: Indonesia Sekarang Membutuhkan Pemimpin Yang Mencintai dan Dicintai Allah.

new-pictureLangit klap klap, bumi gunjang ganjing, hong wilahing, hing wilahong, sing atos jenengi watu, sing lembek jenenge susu. Bismillah kual kual, wat sai ti kanik, wat sai tujual. Maaf ini bukan sulukan. Sedikit cerita. Cak Nun yang merekarekanya. Konon di Nusantara Indonesia Ceri Cak Nun bahwa telah tersebar wabah yang menyengsarakan tetapi tidak mematikan,  kesengsaraan itu  antara lain ibarat jalan kaki dari Ciamis ke Jakarta lantaran tak diketemukan  bus  yang dapat ditumpangi dari Ciamis ke Jakarta, berarti itu lebih sengsara dari pada masa kumpeni. Celakanya dari Presiden hingga tukang minta minta menganggap normal tak kurang apa. Padahal sungguh tak waras adanya. Ketidak normalan ini  kata siempunya cerita karena negeri ini dipimpin oleh si Petruk palsu. ternyata dia adalah Betarakala.

Memang ada penduduk bumi yang menyadari ketidak normalan ini, mereka memastuikan untuk segera memasuki pertapaan, maka dipersiapkan dua bongkol kemenyan sebesar tinju sebagai pengharum dupa, maksudnya agar kayangan mengirim utusan untuk memberikan petunjuk. Ruapanya Kayangan arif sebelumnya disimpulkan bahwa harus ada yang dijadikan tumbal, yaitu Indonesia harus dipimpin oleh tokoh yang benar benar paham situasi dan tidak poya poya, tumbal yang dipilih adalah Petruk.

Nampaknya kebijakan kayangan bocor dan diketahui oleh Batarakala, Batarakala menytaru menjadi Petruk, Petruk sejatinya dikenal sebagai tokoh Punakawan yang merakyat dan rendah hati. Ketika utusan kayangan tiba di Istana Ia sangat terkejut ternyata Petruk sudah duduk di Istana dan memimpin di sana. Lalu Ia bertanya kepada Petruk prihal  keberadaannya di Istana, lalu Petruk bercerita bahwa kehadirannya di Istana memang sudah dirancang sejak lama, sebelum ke Istana Petruk sempat ke Kabupaten/ Kotamadya,  lalu ke Provinsi lalu ke Istana. Sang utusan menyampaikan kepada para aparat bahwa pengangkatan Petruk jadi Ratu adalah sudah benar sesuai dengan petunjuk kayangan, dan utusan kembali terbang ke kayangan.

Tetapi setelah ditunggu dari hari ke hari, mingu ke minggu, bulan ke bulandan tahun ke tahun, suasana tak juga membaik, dan kahyanganpun menjadi heboh. Padahal Petruk adalah orang paling tepat  untuk menyelesaikan banyak urusan. Tetapi kenyataannya Petruk kali ini selain jarang mengeluarkan regulasi, justeru sering menabrak regulasi yang ada, dan lebih celakanya lagi Petruk lebih memihak kepada korporasi ketimbang kepada kesejahteraan rakyat.

Tiba tiba kahyangan menemukan Petruk yang asli, usut punya usut nama bai Petruk disaru oleh Batarakala. Pantas saja tingkah para rejim kali ini jauh dari rasa cinta kepada Allah dan Rasulnya, bahkan mereka melindungi penista agama.

Lalu bagaimana kelanjutan ceritanya, klik saja youtube tersebut di atas, kurang jelas …. tanya sama Cak Nun … langsung tampa Perantara. Karena cerita Cak Nun ini sudah keluar dari pakem dunia perwayangan. Tetapi yang jelas  Tetapi cerita ini sangat baik diambil hikmahnya. Mari kita sama sama evaluasi diri untuk kejayaan Bangsa kita yang sama sama kita cintai ini.

Sikap Politik VS Sikap Keagamaan

new-picturePaling plong di hati manakala kita memiliki sikap politik yang sejalan dengan sikap keagamaan, tidak ada benturan dan keharusan memilih  dan meninggalkan salah satunya. Maka sebaliknya kita akan terasa sesak manakala terjadi ketidak sejalanan antara sikap politik dan sikap keagamaan, lalu kita mencari cari dalih lalu sikap kita disesatkan oleh dalih yang kita reka reka itu, biasanya bila sudah demikian maka kita akan lupa mohon ampun kepada Yang Maha Tahu, karena mengira dalil rekaan tadi benar adanya.

Wasiat Rasul kepada ummatnya adalah : “Aku tinggalkan kepadamu Al-Quran dan Hadits, Kalian akan selamat dunia Akherat manakala berpegang kepada keduanya”  demikian kira kira bunyi wasiat itu. Maka sesungguhnya sangat simpel ketika kita harus memilih, karena jelas tuntunannya. Tetapi tidak jarang kita lebih memihak ke sikap politik dibanding sikap keagamaan, walaupun kita harus mencari cari dalih untuk membenarkan sikap kita itu. Secara tak sadar kita telah melakukan perlawanan kepada Tuhan Allah.

Itulah yang sedang dialami oleh Suadara Saudara kita di DKI Jakarta terkait harus memilih dalam Pilkada Gubernur yang akan datang. Manakala mereka keliru bersikap dan memilih maka pertanggungjawaban itu akan benar benar kita pertanggungjawabkan diakherat kelak. Itulah sebabnya dalam Al-Quran dikatakan bahwa sebagian besar dari kita justeru menghiba hiba meminta kepada Allah untuk diberikan kesempatan hidup kembali di dunia, walaupun hanya sehari, sekedar  untuk merubah sikapnya yang keliru itu.Akibatnya dia telah melakukan kesalahan besar dalam menapaki jalan hisupnya.

Mungkin dalam hiruk pikuk Pilkada dan berbagai iming iming menggiurkan kita sehingga kita berkesimpulan meninggalkan al-Quran dan hadits, maka yang harus kita lakukan setiap saat adalah meminta ampun kepada Allah. Jangankan kita yang sangat mudah dirayu dengan kenikmatan duniawi, sehingga kita tak segan segan menentang ketetapan Allah yang dituabngkan dalam Kitab Al-Quran, Rasulpun selalu istighfart daslam setiap saat dan kesempatan. Apatah lagi kita ini, maka barangkali akan lebih aman manakala ketika kita sedang tersesat, atau ada ulama yang menilai kita telah sesat. Harus secara jujur sejujurnya, apakah kita bersikap itu adalah berdasarkan akidah atau politik semata.

Manakala kita sadari bahwa kita telah melakukan perlawanan terhadap ajaran Islam, demi kepentingan politik maka pada saat itu kita akan tergolong munafik, berat akaibat dari kemunafikan itu,  jangankan  sempat menyesatkan yang lain, manakala kita telah menyesatkan orang lain maka kitapun akan menanggung manakala oprang yang kita sesatkan itu belum berhasilkita tarik kembali ke jalan yang benar.

Maka ketika kita memilih jalan yang lebih memilih kepentingan politik dan hawa nafsu, maka segeralah tingkatkan zikir kepada Allah dan banyak banyak beristighfar. Tenangkan hati dan pikiran mintalah petunjuk dari Allah agar tidak keliru dalam bersikap, dan yang lebih penting lagi janganlah kekeliruan kita itu harus menjadi beban kita diakherat kelak. Caranya adalah mohon ampun dan taubat.

Tetapi bukankah ada yang lebih aman lagi, yaitu  tetap di jalan Allah, yang jelas tuntunannya. Mengapa harus menempuh yang tidak jelas apalagi hanya didasarkan dalih yang dicari cari, padahal sesungguhnya kita hanya mengincar kesenangan sesaat, hanya sesaat sementara kita harus pertanggungjawabkan kelak di yaumil mahsyar Maka selagi belum terlambat maka secara diam diam evaluasilah sikap kita sendiri apakah sikap politik kita tidak bertentangan dengan sikap keagamaan yang diajarkan dalam al-Quran dan Hadits.

Pada Saatnya Nanti, Tuhan Akan Dinista

new-picturePada suatu saat Pancasila itu dianggap tak ada apa apa, Tuhanpun akan dinista, tampa komunitas ummat yang patuh pada agama. Bisa terjadi yang  di awali dengan penistaan terhadap agama,  penistaan terhadap Nabi/ Rasul, penistaan pimpinan ummat beragama. Mungkin cara yang paling strategis adalah melakukan kriminalisasi kepada mereka yang dikenal sebagai seseorang yang memiliki kedalaman ilmu agama, dan memiliki  ketaatan yang tinggi terhadap ajaran agama, menunjukkan bahasa ajaran agama itu sesuatu yang tidak memiliki keistimewaan apapun. Langkah langkah itu adalah tahapan strategis dan sistematis untuk menjatuhkan wibawa Tuhan di Bumi Pancasila ini.

Bila di Bumi Pancasila penista agama tidak dijatuhi hukuman yang setimpal maka keberanian seseorang untuk melawan Tuhan  di bumi Pancasila akan lebih nekad. Tetapi sayangnya ketika orang orang yang melakukan penistaan terhadap Tuhan ketika menerima hukuman tidak selalu dipikulnya sendiri, adalah mengerikan ketika hukuman itu dipikul bersama sama justeru dengan orang orang yang selama ini dikenal sebagai pengagumnya, dan membelanya matian matian.

Maka sebagai bangsa yang ber-Pancasila dan Berketuhanan yang Maha Esa janganlah sekali kali mentolerir sahabat sahabat kita yang menistakan Tuhan hanya lantaran hidupnya sukses, cegah dan doakan agar Ia memperoleh hidayah, hingga dapat selamat bersama pendukung dan pengagumnya, dan kitapun akan ikut selamat.

Dahulu ada seorang pimpinan yang memenangi Pilihan Presiden dengan kemenangan mutlak, yang mengatakan bahwa tak seorangpun yang sanggup menghambatnya menuju kursi Kepresidenan, termasuk juga Tuhan. Sayang dia dipanggil Tuhan sebelum hari pelantikan tiba. Ketika John Lenon demikian tenar, maka Iapun berucap bahwa kini Tuhanpun kalah tenar dengannya, lihat saja nanti  sebentar lagi Tuhan kehilangan populeritas, orang lebih suka dengan lagu lagu yang dirilisnya ketimbang firman Tuhan. John Lenan ditembak oleh pengagumnya sendiri. Secara logika John Lenon benar, karena firman Tuhan hanya dibaca saat kebaktian belaka, sementara lagu lagu yang dirilisnya, mungkin setiap menit bahkan detik ada yang menyanyikannya. Menurut dia popularitas Tuhan akan segera redup, dikalahkan oleh lagu lagunya The Batle, GroupJohn Lenon.

Pencipta kapal Titanic ketika diwawancarai tentang kemampuannya mengarungi atlantik, dengan sesumbar mengatakan bahwa Tuhanpun tak memiliki kemampuan menenggelamkan kapal yang telah dibuat dengan sangat  sempurna. Kapal itu akhirnya tenggelam bersama orang orang yang mengagumi ciptaan atas kapal yang mewah itu. Tentu banyak lagi contoh contoh yang lain  yang  berakhir tragis, karena menista Tuhan. Dan selalu saja para penista agama akan mendatangkan kesengsaraam bagi banyak orang, terutama yang benar benar mengaguminya. Apalagi membangtunya.

Jika seandainya bangsa Indonesia yang tegak dengan ideologi Pancasilanya ini akan menista Tuhan, yang dimulai dari menista kitab, suci, menista pimpinan ummat beragama dan berhasil maka itu adalah cara yang paling cepat untuk mengembangkan sikap anti agama dan anti Tuhan dan pada langkah berikutnya maka Tuhanpun akan dinista. Dan itu bebarti  ancaman bagi kita semua. Tak ada lagi itu Pancasila, apalah artinya Tuhan bagi mereka yang tak beragama. Dan itu berarti malapetaka.

Ibu Mega Sebaiknya Segera Dinasehati

BeautyPlus_20170210054827_save.jpgTulisan ini bukan masalah politik tetapi masalah agama, sehingga bila dibahas secara politis akan sulit menelusuri kebenarannya. Setidaknya seorang teman saya yang masih muda dan masih terbilang awam dalam hal agama yang dianutnya, yang terformulasi dalam bentuk pertanyaan ringan kepada saya, dia bilang begini ” Pak …. saya baru tahu kalo Ibu megawati itu bukan Islam”  Pertanyaan itu  sangat mengejutkan saya, karena saya yakin bahwa perkiraan semacam itu tentu juga terpikirkan oleh puluhan juta orang, artinya ada puluhan juta orang yang mengira  “Megawati itu bukan Penganut Agama Islam”.

Padahal bagi kita yang sudah lama mengenal  Megawati, maka sepengetahuan kita adalah adalah sama bahwa beliau penganut Islam, tetapi nampaknya beliau alpa mendalami ajaran agamanya, tidak seperti mendiang Presiden Soekarno, yang memiliki pemahaman agama di atas rata rata. Tetapi Megawati nampak sangat awam, dan jangan sampai keawaman beliau terhadap agama dapat dimanfaat untuk kepentingan sesaat, seperti apa yang disampaikannya dalam pidato yang kontroversi itu.

Bila ini kita bicarakan secara politis, maka ini akan menjadi debat kusir yang tak berujung dan juga tak selesai. Tetapi mengingat usia Ibu Mega sudah sangat sepuh, dan mungkin tak lama lagi akan meninggalkan kita semua, maka sebaiknya Megawati dinasehati tentang pemahaman agama yang  dianutnya, sehingga beliau berkesempatan  untuk bertaubat.

Mengapa demikian, karena pidato belaiu baru baru ini mengesankan seolah beliau tidak  percaya akan adanya Hari Akhir, atau kehidupan di akherat setelah kematian di dunia. Karena masalah ini terkait dengan rukun iman yang harus diyakini beliau secara utuh, dan akan gugur keimanannya  bila beliau percaya kepada unsur yang satu dan meragukan  apalagi tidak percaya kepada unsur yang lain  sebagai rukun iman.

Kita berharap agar kader PDIP membantu  menghadirkan penasehat yang bisa menasehati Megawati  untuk kesempurnaan imannya sebelum  beliau menutup mata. Dihari tua beliau sebaiknya beliau tidak direcoki masalah politik yang dapat menjerumuskan keimanannya. Semula saya berfikir KH. Hasyim Muzadi karena beliau memiliki kedekatan tersendiri dengan Megawati. Tetapi mungkin usia yang uzur akan sulit menghadirkan Ulama Kesohor itu.

Bila benar anda mencintai Megawati maka saya akan sarankan agar para kader mencarikan tokoh yang cukup berwibawa untuk menasehati  Megawati perihal agama, bukan perihal politik. Silakan saja berpolitik se politik politiknya,  tetapi janganlah politik yang sesungguhnya hanya permainan dunia itu justeru merusak akidah  Ketua yang sangat dicintai oleh para kadernya itu. Saya berharap bantulah beliau menuju jalan yang lurus. Semoga hidayah beliau dapatkan sebelum beliau menghadap Allah Swt. Amin.

Kitab Injil Bahasa Lampung Itu Gagal Disusun

Fachruddin MS. Vander Tuuk, Tercatat seorang pejuang persekutuan al-Kitab yang bersusah payah tinggal di Desa Seputih Lampung, yang pada saat itu menurut penuturannya masih banyak buaya dan harimau disekitar tempat tinggalnya, itu terjadi sekitar tahun 1867-1868, Usaha penulisan Injil dalam bahasa Lampung itu diawali dengan menyusun kamus Lampung Belanda, yang konsepnya sejatinya nyaris sempurna,

Setahun lebih Ia menekuti kegiatan itu, padahal semula direncanakan hanya beberapa bulan saja, tetapi karena dia tidak menemukan karya sastra dalam bentuk tulisan, sehingga data yang dicari sangat tergantung pada data tutur yang harus disimaknya secermat mungkin. Namun demikian naskah yang ditulisnya itu hampir mencapai setebal 600 halaman.

Para peneliti juga banyak yang merasa heran mengapa naskah yang sudah tersusun rapih itu tidak segera dicetak, Mengapa ? Enrahlah , “mungkin”  (dalam tanda petik} Vander Tuuk belum berhasil mendapatkan benang merah filosofi yang dianut oleh masyarakat Lampung, apalagi diceritakan bahwa beliau tidak mendapatkan naskah tertulis sehingga segala sesuatunya akan sangat tergantung dari data tutur yang tentui saja banyak biasnya.

Atau bisa jadi pada saat itu posisinya berpacu dengan  para ulama Nusantara yang juga banyak menulis naskah buku agama, Lanjutkan membaca “Kitab Injil Bahasa Lampung Itu Gagal Disusun”

Mempertahankan Universalitas Islam

Fachruddin Sejak dahulu kita mengatakan bahwa Islam itu universal, sehingga Islam dapat diterima oleh semua pihak, bukan hanya dalam waktu bersamaan bahkan akan cocok sepanjang masa, sekali lagi “Kapanpun dan Di manapun”  secara diam diam dan bahkan mungkin tidak sengaja nampaknya teori ini sedang berusaha dibantah oleh sementara pihak, dengan lebih menonjolkan sisi kedaerahan. Kita baru saja senyap dari kontroversi membaca al-Quran versi Jawa di Istana Negara yang dihadiri oleh Presiden dan .Menteri Agama Kontan saja Menteri Agama yang menjadi sasaran kekecewaan para ualama. Dan masalah ini baru mereda setelah menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin meminta maaf dan mengaku bahwa Dialah orangnya yang bertanggung jawab  karena dialah yang  merancang acara pembacaan al-Quran versi Jawa. Walaupun sesungguhnya gagasan itu telah lama diajukan jauh sebelum Lukman Hakim Syaifuddin diangkat menjadi Menteri Agama.

Tiba tiba kita dikejutkan oleh organisasi terbesar Islam Indonesia Tadatul Ulama (NU) yang memasarkan Islam Nusantara, orang jadi terhenyak karena gagasan mengedepankan Islam Nusantara secara tidak langsung berarti gagasan untuk melokalisir Islam itu sendiri, Sampai dengan sekarang nampaknya Ketua terpilih Muktamar NU yang dimenangi oleh Kiyai Said Agil Siraj tidaklah membuat permasalahan ini menjadi klear dan jelas, sejatinya sang Ketua tidak cukup berhasil mengkomunikasikan gagasan ini.

Lanjutkan membaca “Mempertahankan Universalitas Islam”

11 WNI Ditangkap Polisi Saudi karena Salat Id pada 18 Juli di Masjidil Haram

Jumat, 31 Juli 2015 | Dibaca 145 kali

Masjidil Harom Makkah detikNews – Jakarta, 11 WNI ditangkap pihak keamanan Saudi Arabia. Mereka ditangkap karena melakukan salat id di hari kedua Idul Fitri atau pada 18 Juli. Di Saudi lebaran jatuh pada 17 Juli. 11 WNI itu salat di Masjidil Haram.
“Pada tanggal 28 Juli KJRI Jeddah memperoleh informasi dari masyarakat bahwa terdapat 11 WNI telah ditangkap oleh Kepolisian Masjidil Haram karena dituduh telah kelakukan ritual sesat pada hari kedua Idul Fitri,” kata Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Lalu M Iqbal, Jumat (31/7/2015).

Menurut Iqbal, rombongan terdiri dari 11 orang, 2 di antaranya wanita. 8 Orang anggota rombongan saat ini ditahan di kantor tahanan sementara Makkah dan 2 orang wanita ditahan di penjara umum wanita.

“Sementara pimpinan rombonganyaitu Saudara Zubair Amir Abdullah(47), dibawa ke RS jiwa untuk melakukan pemeriksaan kejiwaan. Kelompok ini meyakini bahwa Idul Fitri jatuh pada Sabtu, 18 Juli, sementara Pemerintah Saudi menetapkan Idul Fitri jatuh pada 17 Juli,” terang Iqbal.

Pemeriksaan kejiwaan pada Zubair juga terkait keyakinannya bahwa dia adalah Imam Mahdi, yaitu pemimpin umat akhir zaman (menjelang kiamat).

“Pada tanggal 18/7 mereka  melaksanakan ritual salat Idul Fitri di maqom Ibrahim (kompleks Ka’bah) yang didahului dengan penyampaian khutbah. Mereka mendengarkan khutbah dalam formasi lingkaran dengan pemimpin mereka berdiri di tengah lingkaran. Aksi yang sangat demonstratif tersebut bukan saja menarik perhatian jamaah lain akan tetapi juga mengganggu jamaah yang sedang tawaf sehingga sejumlah jamaah melaporkan kepada polisi,” jelas Iqbal.

“Polisi sudah meminta mereka untuk bubar namun ditolak oleh kelompok tersebut sehingga polisi membubarkan secara paksa dan menangkap mereka,” terang Iqbal. (fan)

Teori Akad Transaksi Dalam Hukum Islam

Oleh Firmani

Kaligrafi Bismillah kwadratSebagai bukti universalitas dan syumuliah-nya, Islam telah meletakkan pondasi dan asas yang jelas pada setiap perilaku umatnya. Pondasi ini menjadi barometer untuk menentukan segala sesuatu apakah masih dalam koridor Islam atau tidak. Eksistensinya bukan untuk memenjara dan menekan hak manusia dalam bertindak, justru sebaliknya, ia dapat melindungi hak yang dizhalimi. Misalnya dalam persoalan riba, ia dilarang dalam Islam karena hanya menguntungkan satu pihak saja, sementara pihak yang lain dirugikan. Dan secara garis besar, akad dalam Islam berpijak pada logika “saling meridhai dan tidak menzhalimi”. Melanggar prinsip ini berarti membatalkan akad yang ada.

Istilah akad dalam hukum Islam dikenal dalam hukum Indonesia dengan istilah “perjanjian”. Kata akad berasal dari kata al ‘aqd yang berarti mengikat, menyambung atau menghubungkan, juga bisa bermakna afirmasi atau  pengukuhan. Adapun secara terminologi, ulama fiqih memberikan dua makna; makna khusus dan makna umum. Adapun akad dalam arti khusus adalah pernyataan dari dua pihak atau lebih (ijab dan qabul) yang menghasilkan hukum syar’i yang melazimkan salah satu pihak atau kedua belah pihak. Sedangkan akad dalam arti umum adalah tindakan atau kehendak sepihak yang melahirkan hukum syar’i yang melazimkan dirinya.

Cakupan akad menurut definisi kedua jauh lebih luas dibandingkan definisi pertama, karena ia tidak mengharuskan adanya dua belah pihak dalam suatu akad. Seperti janji memberi hadiah, wasiat, wakaf, pelepasan hak dan berbagai bentuk komitmen yang datang dari satu pihak, tanpa harus melibatkan orang lain. Sedangkan cakupan akad menurut definisi pertama terbatas hanya pada tindakan-tindakan yang melibatkan dua pihak atau lebih, seperti jual beli, sewa menyewa dan lainnya. Kedua definsi ini akan kita temukan dalam buku fiqih, namun definisi pertama lebih mendominasi.

Rukun Akad

Rukun adalah komponen pokok dari sesuatu, rukun akad adalah esensi dari suatu akad. Tanpanya, akad tersebut belumlah dianggap ada. Secara umum dalam suatu akad ada tiga; Pertama, Sighah, yaitu pernyataan ijab dan qabul dari kedua belah pihak, Kedua, Mahal Al‘Aqd atau objek akad dan Ketiga, Aqidan atau pihak-pihak yang melakukan akad.

Sighah

Ijab adalah suatu pernyataan kehendak yang muncul dari suatu pihak untuk melahirkan suatu tindakan hukum yang dimaksud. Sedangkan qabul adalah pernyataan kehendak yang mengindikasikan persetujuan terhadap ijab dalam waktu yang simultan atau serentak. Terlaksananya ijab dan qabul ini menunjukkan terjadinya suatu akad.

Pada hakikatnya, suatu akad itu dipicu oleh kehendak, pilihan dan atas kerelaan diri sendiri. Namun unsur-unsur yang demikian letaknya di hati, maka dijadikanlah ijab qabul sebagai penerjemah bahasa hati.

Pertanyaan selanjutnya adalah, haruskah lisan yang menjadi patokan dalam ijab qabul? Atau cukup dengan bahasa tubuh?

Ada tiga pendapat ulama dalam menjawab pertanyaan ini;

  1. Harus dengan bahasa lisan kecuali dalam kondisi tertentu seperti bisu, dan tidak cukup hanya dengan bahasa tubuh dan perilaku, karena pada dasarnya hal itu tidak menunjukkan apa-apa.
  2. Perilaku bisa menggantikan posisi bahasa lisan, jika disertai indikator yang menunjukkan pada makna yang dimaksud.
  3. Akad terlaksana dengan segala sesuatu yang dapat difahami untuk menyampaikan makna yang dimaksud, atau segala sesuatu yang sudah menjadi adat kebiasaan yang berlaku, baik bahasa lisan atau perilaku.

Dalam sighah harus selaras antara ijab dan qabulnya. Apabila suatu pihak menawarkan (ijab) benda A dengan harga seratus Rupiah, pihak lain harus menerima (qabul) dengan menyebutkan benda A senilai seratus Rupiah pula, bukan dengan benda B yang harganya seratus lima puluh Rupiah.

Dan dalam sighah pula, kedua belah pihak harus jelas meyatakan penawarannya dan pihak yang lain harus dengan jelas menerima tawarannya (transparansi), qabul harus langsung diucapkan setelah ijab diucapkan. Ijab dan qabul haruslah terkoneksi satu dengan yang lain tanpa adanya halangan waktu dan tempat, misalnya ijab ditawarkan hari ini dan dijawab dua hari kemudian itu tidaklah sah, ijab dan qabul juga harus dilakukan di dalam satu ruangan yang sama oleh kedua belah pihak atau istilahnya harus di dalam satu majelis yang sama.

Mahal Al‘Aqd

Rukun kedua dari akad adalah Mahal Al‘Aqd atau objek akad yaitu jasa atau benda-benda yang berharga dan objek akad tersebut tidak dilarang oleh syariah. Ulama sepakat bahwa objek akad harus memenuhi dua kriteria; terdiri dari objek yang harus menerima segala konsekuensi hukum dari akad tersebut dan kriteria kedua adalah bebas dari segala bentuk gharar (spekulasi) yang menyebabkan perselisihan dan perbedaan.

Kepemilikan dari objek akad harus ada pada saat akad dilaksanakan. Objek harus sudah diketahui oleh kedua belah pihak, beratnya, harganya, spesifikasinya, modelnya dan kualitasnya. Dan hendaknya menjadi perhatian bahwa dalam hukum Islam, seseorang tidak diperbolehkan untuk menjual sesuatu yang bukan miliknya, contohnya: menjual burung-burung yang masih terbang, atau menjual ikan-ikan yang masih berenang di lautan lepas, karena tidak jelas berapa jumlah dan sulit untuk menentukan harga pastinya, yang berakibat pada adanya unsur ketidakpastian atau gharar. Ketidakpastian atau gharar ini dapat membatalkan akad.

Aqidan

Dan rukun ketiga dari akad adalah Aqidan atau pihak-pihak yang akan melakukan akad. Kriteria pelaku akad adalah ahliyah (kecakapan), wilayah (kuasa) dan ridha (kerelaan).

Ahliyah (kecakapan) memiliku dua kriteria yaitu ahliyatul wujub dan ahliyatul ada’; ahliyatul wujub adalah kelayakan seseorang untuk menerima hak dan kewajiban, adapun ahliyatul ada’ adalah saat perkataan seseorang dan perbuatannya dianggap sah secara hukum syariah. Ahliyah ini terbagi menjadi dua; sempurna dan tidak sempurna. Periode sempurna adalah bagi mereka yang sudah baligh dan tidak lagi terbatasi untuk melakukan segala sesuatu sesuai kehendak. Adapun tidak sempurna adalah mereka yang sudah tamyiz tapi belum mencapai baligh, atau karena hal lain yang menyebabkan daya akalnya tidak sempurna, seperti idiot. Jika tidak mempunyai ahliyah maupun wilayah, maka akad tersebut tidak bisa dilangsungkan. Adapun saat transaksi dilakukan oleh orang yang mempunyai kelayakan namun tidak mempunyai kuasa, seperti menjual milik orang lain, maka keabsahannya tergantung kepada izin pemilik barang.

Jumhur ulama selain Hanafiah berpendapat bahwa suatu akad tidaklah sah apabila tidak mengandung unsur ridha. Ada beberapa hal yang dapat menghilangkan ridha yaitu ikrah (pemaksaan), mabuk, hazl (terucap diluar keinginannya), ghalath (keliru), tadlis (menyembunyikan aib) dan ghabn (penipuan).

Konsekuensi Akad

Legalitas dari akad di dalam hukum Islam ada dua. Yang pertama Shahih atau sah yang artinya semua rukun akad beserta semua kondisinya sudah terpenuhi, yang kedua, Batil yaitu apabila salah satu dari rukun akad tidak terpenuhi maka akad tersebut menjadi batal atau tidak sah, apalagi kalau ada unsur Maisir, Gharar dan Riba di dalamnya. Ketiga unsur tersebut sebaiknya dihindari dalam transaksi yang menggunakan akad syariah.

Maisir adalah segala permainan yang mengandung unsur taruhan, dimana pihak yang menang mengambil harta atau materi dari pihak yang kalah. Gharar diibaratkan dengan suatu keadaan yang tidak menyajikan informasi memadai tentang subjek atau objek akad. Sedangkan Riba adalah setiap kelebihan yang tidak syar’i antara nilai barang yang diberikan dan nilai yang diterima.

Sebagai contoh aplikatif, mari kita perhatikan ulasan Prof. Dr. Wahbah Az Zuhaili dalam bukunya AlFiqhul Islami wa Adillatuhu tentang jual beli yang dilarang dalam beberapa kategori.

Pertama; karena kecacatan dan ketidaksempurnaan dari aqidan. Seperti jual beli yang dilakukan oleh orang gila, anak kecil, orang yang diancam atau dipaksa, dan seorang mahjur ‘alaih.

Kedua; karena kecacatan dan ketidaksempurnaan syarat dari sighah. Seperti jual beli dengan syarat yang dilarang, tidak ada kesesuaian antara ijab dan qabul, dan jual beli dengan kata atau isyarat yang tidak difahami.

Ketiga; karena kecacatan dan ketidaksempurnaan syarat dari mahallul ‘aqd. Seperti jual beli barang yang haram dan najis, jual beli ma’dum, jual beli barang yang tidak bisa diterima langsung, termasuk di dalamnya jual beli yang mengandung unsur gharar.

Keempat; karena ada sifat atau syarat yang dilarang, misalnya bai’ ‘inah, riba, jual beli orang kkota dengan harga mahal untuk orang desa yang belum mengetahui harga, jual beli saat panggilan shalat jumat dan sebagainya.

Demikian paparan singkat mengenai teori akad dalam hukum Islam, dengan memahami teori akad ini hendaknya seorang muslim mampu mengkondisikan dirinya untuk sebisa mungkin meninggalkan hal-hal yang dilarang, untuk selanjutnya mencari alternatif lain yang terbebas dari laranggan agar berkah dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wallahua’lam bil shawab

Gharar Dalam Fiqih Mu’amalah (Realita Dan Solusi)

Oleh: Iman Santoso, Lc, M.E.I

MUQADDIMAH

Kaligrafi Bismillah kwadratEkonomi dan bisnis merupakan pilar utama dalam kehidupan umat manusia. Bagi umat Islam bisnis adalah bagian dari ibadah sehingga tujuannya bukan sekedar mendapatkan uang dan keuntungan, lebih dari itu beribadah dalam rangka mencari keridhaan Allah. Sehingga semua bisnis yang dilakuakan umat Islam sejatinya harus dilandasi oleh nilai dan ajaran Islam. Tanpa landasan nilai dan ajaran Islam, maka mereka akan terjatuh pada sikap dan prilaku menghalalkan cara untuk meraih harta dan kekayaan (hedonisme). Suatu sikap dan prilaku orang-orang kafir. Tapi inilah realita yang menimpa sebagian umat Islam, yaitu jatuh pada sikap dan prilaku menghalalkan cara.

Sebab utama sebagian umat Islam yang jatuh pada prilaku menghalalkan cara  khususnya dalam mencari harta adalah pola pikir materalisme atau cinta dunia yang berlebihan. Inilah penyakit kronis yang menimpa umat sebagaimana pernah diprediksi oleh Rasulullah saw. lebih dari empat belas abad yang lalu. ” Hampir saja bangsa-bangsa mengepung kalian, sebagaimana orang lapar mengepung tempat makanan. Berkata seorang sahabat, “ Apakah karena kita sedikit pada saat itu ? Rasul saw. bersabda,” Bahkan kalian pada saat itu banyak, tetapi kalian seperti buih, seperti buih lautan. Allah akan mencabut dari hati musuh kalian rasa takut pada kalian. Dan Allah memasukkan ke dalam hati kalian Wahn. Berkata seorang sahabat,” Apakah Wahn itu wahai Rasulullah saw ? Rasul saw, bersabda, “Cinta dunia dan takut mati” (HR Abu Dawud)

Sedangkan penyakit umat Islam lain yang menyebabkan mereka jatuh pada bisnis yang diharamkan adalah jahlul muslimin ‘anil Islam (kebodohan umat Islam dari ajaran Islam). Termasuk kebodohan dalam muamalah. Telah diriwayatkan bahwa Amirul Mukminin Umar bin Khattab ra. suatu hari beliau berkeliling pasar dan memukul beberapa pedagang dengan tongkat dan  berkata:

لا يبع في سوقنا إلا من يفقه، وإلا أكل الربا، شاء أم أبى.

Tidak boleh berdagang di pasar kami kecuali orang yang  faqih (maksudnya memahmi fiqih Muamalah). Karena jika tidak berilmu, maka bisa jadi makan riba’ baik disengaja atau tidak”

Disinilah pentingnya umat Islam memahami etika, nilai dan moral sesuai Islam. Sehingga bisnis yang dilakukan benar-benar dilandasi ajaran Islam. Dengan demikian akan melahirkan kebaikan dan kerberkahan dalam hidupnya. Dalam buku Peran dan Moral dalam Perekonomian Islam[1], Yusuf Qaradhawi menjelaskan betapa pentingnya peran dan moral dalam bisnis. Beliau membagi pada empat bagian; nilai dan moral dalam bidang produksi, konsumsi, sirkulasi dan  distribusi.

Jika etika dan nilai dalam bisnis membahas prnsip-prinsip dasar, kaidah-kaidah umum, maka untuk membahas sesuatu yang detail, tentang hukum rincian dalam bisnis dan ekonomi maka umat Islam harus memahami Fiqih Muamalah. Dalam kitab Fiqih Muamalah atau kitab Buyu’ dibahas seluruh yang terkait dengan bisnis,  bisnis yang halal maupun yang haram. Walaupun secara umum para ulama menyebutkan bahwa prinsip dasar adalah halal. Namun tidak dipungkiri ada banyak bisnis yang diharamkan dalam Islam. Oleh karena itu bab riba’ masuk dalam bab Fiqih Muamalah atau Buyu’.  Bahkan riba’adalah dosa paling besar dalam muamalah atau berbisnis.

Selain riba’, ada jenis  lain yang diharamkan dalam muamalah yaitu gharar. Dan gharar ini banyak masuk dalam berbagai bentuk bisnis. Oleh karena itu  sangat penting untuk mengetahui makna gharar, batasanya dan ruang lingkupnya.  Rasulullah saw. menjelaskan keharaman gharar, sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Abu Hurairah, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Said dan Anas:

أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”نَهَى عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ”

” Rasulullah Saw. melarang bisnis manipulatif (bay’ul gharar)” (HR Muslim, Ibnu Majah, Abu Dawud, At-Tirmidzi).

Imam An-Nawawi menyebutkan:” hadits ini merupakan garis  besar dari prinsip-prinsip bab Bisnis, dimana didalamnya masuk banyak sekali dan bahkan tidak terbilang dalam berbagai masalah bisnis”[2].

Fatwa MUI tentang BPJS Kesehatan Untuk Diperbaiki, Bukan Dihapuskan

Fachruddin Banyak orang awam yang tidak paham perihal BPJS dan Syariah, sehinga mereka mengira bahwa Majelis Ulama menyatakan BPJS Kesehatan haram dan harus segera dihapus, dan memang ada pihak pihak yang berusaha memprofokasi ummat untuk memiliki kepemahaman yang salah itu, maksudnya tak lain adalah agar ummat dalam ketidakpahaman membenci MUI, hal ini ditambah lagi pernyataan kritis dari ulama ulama lain dan bahkan pimpinan organisasi Islam, sehingga mengantisipasi kebencian awam kepada MUI menjadi sulit terantisipasi.

Entah pula apa maksudnya ternyata ada juga pejabat yang ingin menghilkangkan dan memperkecil permasalahan ini dengan mengatakan bahwa munculnya fatwa haram itu hanya dikarenakan salah persepsi, dengan bahasa lain fatwa itu muncul atas ketidakpahaman para ulama itu. Bisa dibayangkan betapa buruknya fatwa yang dikeluarkan oleh pihak yang dianggap tidak mengerti persoalan. Saya dapat memastikan bahwa pejabat bersangkutan belum paham syari’ah. Tentu tidak keseluruhan dari aturan atau regulasi serta kaidah lainnya tentang BPJS Kesehatan mengandung gharar, riba dan maisir, melainkan hanya terdapat hal hal tertentu yang tidak sejalan dengan syari’ah. Serta dengan segala keyakinan bahwa dari hal hal tersebut akan melahirkan tindak pindana berupa penggelapan, dan manakala ini terjadi maka akan terjadi kerugian yang sangat besar, karena BPJS nantinya akan mengelola dana yang sangat besar.

Selain banyak pihak yang sejatinya memang belum memahami bagaimana regulasi menyangkut keberadaan BPJS dengan segala aturan yang yang diturunkannya. Tetapi tidak sedikit  mereka yang cepat memahaminya, dan mereka meminta fatwa MUI tentang program pengumpulan dan penggunaan dana ummat ini dari kacamata syari’ah, mereka menginginkan agar dana mereka dikelola secara syari’ah, mereka merasa akan lebih nyaman karena dana besar itu dikelola menurut kaidah syar’i. Lalu MUI melaksanakan kajian terhadap aturan yang ada, dan MUI menemukan segi segi yang belum memenuhi persayaratan syar’iyah, dengan demikian terkategori haram menurut syari’ah.

Dengan demikian maka fatwa MUI tentang BPJS menjadi sangat penting, karena mencegah akan lebih mudah dibanding memperbaiki. Lebih baik mencegah korupsi dari pada menindak orang yang telah melakukan korupsi. Sekalipun senadainya dana korupsi itu berhasil disita kembali, tetapi kerusakan besar yang jauh lebih besar daripada jumlah uang yang dikorupsi itu. Karena proses terjadinya korupsi adalah sejumlah kebohongan kebohongan secara masif dan terstruktur. Dan siapapun yang terlibat dalam kebohongan itu sejatinya juga telah menularkan berbagai kebohongan secara lebih luas lagi yang tentu saja tidak diketahui dan terjelajahi oleh pelaku korupsi itu.

Oleh karenanya  fatwa MUI itu menjadi sangat penting bagi bangsa ini. untuk keselamatan dan kesejahteraan bangsa, agar dana BPJS yang sangat besar yang berasal dari iuran para anggota itu menjadi aman dari segala bentuk peneyelewengan dan atau pengambilan keuntungan pribadi atau sekelompok orang. Tentu saja ada beberapa diantara filosofi, regulasi dan atau beberapa aturan lainnya yang yang tidak sejalan dengan syari’ah dan mengandung unsur gharar, riba dan maisir. Bila memang benar itu ada maka seyogyanya itu segera diperbaiki, tidaklah perlu menghentikan segala aktivitas BPJS kesehatan, tetapi perbaiki saja mana mana yang kurang sejalan, dan sebel;um itu diperbaiki maka anggap saja, itu sebagai keadaan yang darurat. Tetapi sisi darurat itu tentu tidak boleh selalu dipertahankan, melainkan suatu saat harus diperbaiki. Itulah barangkali esensi dari fatwa itu. Semoga saja ini dapat secepatnya diselesaikan.