Hari: 22 Juni 2017

Pancasilais dan Diktator.

Hampir dapat dipastikan bahwa tdak ada hubungannya antara Pancasilais dan Diktatur, dan dari pakar manapun tak akan menmukan korelasi antara Pansila dengan sikap diktator seseorang dalam memimpin, dan kalaupun ada maka kita akan sepakat menolaknya karena justeru  bertentangan sila sila dalam Pancasila, tetapi kenapa Presiden yang paling lantang klaim  tentang Pancasila terpancing menjadi diktator. Presiden yang paling lantang mengklaim diri sebagai Pancasilais itu adalah tiga Presiden Indonesia, Sokekarno, Soeharto dan yang ketiga adalah Jokowi. Dua terdahulu tidak disangsikan lagi benar sebagai Presiden yang memimpion secara diktator sesuai zamannya, tetapi Presiden Jokowi masih harus menunggu waktu untuk disimpulkan ya atau tidak. Tetapi yang pasti bukan lagi di era kepemimpinan diktatur.

Walaupun Presiden Soekarno disebut sebut sebagai penggali Pancasila tetapi tidaklah berarti Soekarno telah melaksanakan Pancasila, ternyata tidak banyak pihak yang mengatakan Soekarno justeru mencoba mengoplos ulang Pancasila menjadi Nasakom. bahasa beliau mampu menyandingkan antara agama dengan komunis.  Sibuk dengan kampanye Nasakomnya, maka Pancasila itu sendiri sangat keteter, bukan hanya gagal mewujudkan ambisinya Presiden Soekarno justeru lengser dengan cara yang kurang terhormat.

Muncul Presiden kedua Sueharto yang mengumumkan akan melaksanakan Pancasila yang murni dan konsekuen. Pemerintah tampilsebagai badan tunggal penafsir Pancasila dan menyusun Pedoman Penghayatan Pancasila yang ujung ujungnya berisikan omongkosong dengan istilah pandangan hidup, pegangan hidup dan perjuangan hidup yang diimagekan sebagai nuansa kamasutra, alias ngeres, pembicaraan dan pembangunan tentang Pancasila yang menampilkan para pejabat tinggi sebagai personifikasi Pancasilais yang murni dan konsekuen. Ketika KKN Korupsi, Koneksi dan Nepotisme maka segala sesuatu justeru berantakan. Sehingga tetkala diselenggarakan Ijian Akhir Nasional bagi Pendidikan Dasar dan Menengah dinyatakan tidak perlu menjawab sejumlah pertanyaan terkait Pancasila.

Kedua Presiden terdahulu walaupun memimpin secara diktator, tetapi itu semua dapat diterima kepemimpinanya karena sesuai zamannya, sayang keduanya memimpin terlalu lama, sehingga ending kepemimpinan keduanya kurang indah dikenang. Apakah nanti Presiden Jokowi yang menunjukkan gejala gejala seperti Presiden Soeharto yang mengaku paling Pancasilais  dan berkembang diktator serta akan berujung pada kekecewaan dan bahkan kehinaan. Entahlah. Dibutuhkan waktu.

Sebagai perbandingan belaka maka fenomena Ahok dan Ahoker adalah sangat menarik. Ketakutan sejumlah orang terhormat kepada Ahok membuat Ahok memiliki wibawa jauh melampaui jabatannya. Serasa Ahok sudah menjadi Presiden, maka ketika terjadi Pilgub DKI yang juga diikuti Ahok sebagai calon petahana serasa Pilgub DKI adalah Pilpres adanya. Itu karena Ahok telah lama diperlakukan melebihi Presiden adanya. Yang kita tak tahu dari mana awal mulanya maka  “Siapa yang menentang Ahok maka berarti menentang Pancasila, Siapa yang menentang Ahok berarti anti UUD 1945, siapa yang menentang Ahok berarti anti NKRI” dan selanjutnya dan sterusnya. Tentu Ahoker dan tergabung dalam netizen memiliki peran yang signifikan.

Dahulu dizaman Suharto yang belakangan kita sepakat sebagai menerapkan kepemimpinan secara diktator maka siapa yang menentang Presiden Soeharti berarati anti pancasila dan anti pembangunan. Wajar saja pada saat itu Soeharto sebagai Presiden dan Panglima tertinggi. Tetapi bagaimana dengan Ahok yang baru menjadi Gubenrnur pengganti setelah jabatan itu ditinggalkan oleh Jokowi yang terpilih sebagai Preside. Serasa nayata dipelupuk mata Ahok akan tampil sebagai pengganti Jokowi, pada saatnya. Sekali lagi fenomena Ahok sebagai pengandaian, bahwa mengklaim diri sebagai Pancasilais berkembang menjadi diktator. Gejala gejala diktator besar bagi Ahok memang tergambar di pelupuk mata.

Lalu apakah nanti Presiden Jokowi akan terjebak ke jalan yang pernah ditempuh Presiden Soeharto dengan menerapkan kepemimpjnan yang diktator, Dahulu orang tak sanggup menentang Suharto larena manakala berselisih paham akan dituduh sebagai anti Pacasila dan anti pembangunan, dahulu Presiden Soehatro anti kritik karena sama saja dengan mengeritik Pancasila, apakah nantinya akan sama ketika Presiden Jokowi sudah mengatakan Saya Jokowi, Saya Indonesias, Saya Pancasila. Apakah para pengeritiknya nanti akan dicap sebagai pengeritik Indinesia, penegeritik Pancasila. Ini membutuhkan waktu karena sejarah yang akan mencatatnya.

Hanya saja perlu diingat bahwa Presiden Suharto yang mengklaim diri sebagai Pancasilai justeru tidak memiliki kemampuan sedikitpun bahwa dia adalah pengemban Pancasila karena belakangan justeru keadaan masyarakat semakin jauh dari kreteria yang ditetapkan dalam sila sila Pancasila. Bagaimana dengan sekarang.